MEWARISKAN SAMPAH

(Dokumnetasi Nova Kumala Sari)

Jika melihat ke masa lalu seharusnya kita bersyukur karena para pahlawan bangsa telah mewarisi kita kemerdekaan seutuhnya untuk kehidupan yang bebas dari rasa takut akan penjajahan. Kemerdekaan ini kita isi dengan berbagai karya, pembangunan dan pencapaian-pencapain luar biasa lainnya. Namun muncul pertanyaan menggelitik, apa yang akan kita tinggalkan anak cucu kita? Hal yang sama seperti yang kita peroleh ataukah sampah sisa keserakahan kita?

Penduduk vs Sampah Dunia

Penelitian internasional yang dilakukan oleh Profesor Adrian dan tim dari Universitas Washington menyebutkan bahwa populasi manusia akan terus bertumbuh sepanjang abad dan mencapai 9,5 hingga 12 miliar pada akhir abad ini. Dia menambahkan bahwa populasi yang terus meningkat akan menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif seperti peningkatan kebutuhan pangan, polusi, penyakit menular dan kemiskinan.

Menurut laporan PBB, pertumbuhan penduduk paling tinggi akan terjadi pada negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satunya yang juga memiliki laju pertumbuhan yang cukup pesat, dimana Julianti Witjaksono deputi bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN memproyeksikan tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia menjacapai 281,5 juta orang dan pada tahun 2050 mencapai 330 orang. Berdasarkan data BPS dari Susenas 2014 dan 2015, jumlah penduduk Indonesia mencapai 254,9 juta jiwa.

Selain masalah pangan masalah lain yang kini menjadi sangat penting adalah masalah pencemaran lingkungan oleh sampah plastik. Manusia adalah makhluk dinamis dan praktis, sisa antropogenik yang paling banyak dihasilkan adalah sampah. Jika melihat jumlah penduduk sekarang ini dan proyeksi pertumbuhannya maka jika masalah sampah plastik ini tidak dikelola dengan baik maka di masa depan anak cucu kita akan hidup diantara sampah. Tentu bukan hal seperti itu yang ingin diwariskan kepada anak cucu kita bukan?

Masalah sampah plastik ini semakin meresahkan, Bank Dunia memperkirakan pada tahun 2025 jumlah sampah plastik akan bertambah hingga 2,2 miliar ton/tahun dari kondisi sekarang yang sebesar 1,3 miliar ton. Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata kita pun merupakan negara peringkat kedua yang mengahsilkan sampah palstik ke laut setelah tiongkok. Data Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 14% dari 5,4 juta ton per tahun yang merupakan sampah domestik Indonesia adalah sampah plastik.

Sampah Plastik Industri

Salah satu penyumbang sampah palstik terbesar adalah perusahaan ritel dan industri. Jutaan produk dihasilkan yang dibungkus dengan menggunakan plastik yang ujung-ujungnya akan menjadi sampah. Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sampah plastik dari 100 gerai/toko anggota APRINDO (Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia) menghasilkan 10,85 juta lembar kantong palstik selama setahun. Sungguh angka yang sangat fantastis.

Masyarakat sendiri sudah sangat bergantung terhadap plastik, mulai dari sekedar belanja di warung kecil sampai belanja di toko ritel selalu menggantungkan kebutuhan membawa belanjaan dengan plastik. Untuk bebapa alasan praktis kita memang sangat membutuhkan sampah jenis ini, namun mengingat kondisi sekarang kita tidak bisa lagi menjadikan alasan itu sebagai pembenaran. Masyarakat hanya akan menjadi korban kebijakan dan strategi bisnis yang tidak berwawasan lingkungan.

Masih ingatkah kita kebijakan “Plastik berbayar” yang diterapkan pemerintah di toko-toko ritel, sungguh lucu rasanya dengan alasan menghentikan ketergantungan plastik masyarakat diperas. Siapa yang diuntungkan? Tentu si pemilik bisnis dan jika terjadi penumpukan sampah plastik maka masyarakatlah disalahkan dengan dalih menggunakan sampah secara tidak terkendali. Padahal jika ditelisik lebih dalam justru industri yang memiliki kewajiban untuk menggunakan bahan yang lebih bisa diuraikan (biodegradable).

Kebijakan Keresek untuk Industri

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kini sedang membuat rancangan Peraturan Menteri tentang Pengurangan Kantong Belanja Plastik (Kompas, 29 Maret 2017). Kebijakan ini mengarahkan industri untuk menggunakan keresek berbahan nabati atau bioplastik. Bagian perihal menyebutkan bahwa baik peritel di pusat perbelanjaan dan toko modern maupun toko di pasar rakyat wajib menggunakan keresek plastik SNI masing-masing paling lambat 21 Februari 2018 dan 1 Januari 2020. Untuk penggunaan kanton belanja plastik tidak ber SNI (kantong plastik murni dari biji plastik) diperbolehkan hingga batas waktu tersebut dengan syarat tidak gratis.

Setahun lagi kebijakan itu akan berlaku, banyak momentum besar yang diharapkan terjadi. Perubahan paradigma pemerintah dalam membuat kebijakan kini sudah memperlihatkan dan memperhitungkan faktor ekologi. Meski isu bioplastik ini bukanlah isu baru, namun bukan hal mudah untuk memenuhi permintaan keresek plastik yang begitu tinggi. Pemerintah harus mempersiapkan segala modal untuk membangun industri bioplastik agar kita tidak bergantung pada impor. Kesiapan bahan baku, keterampilan SDM, ketersediaan infrastruktur dan dukungan dari masyarakat dan pelaku usaha adalah hal yang harus diperhitungkan dengan baik. Sehingga 20, 50 atau 100 tahun lagi kita tidak disalahkan oleh anak cucu kita karena sampah plastik yang kita wariskan terlalu lama terurai oleh alam.




Comments

Popular posts from this blog

Cara Super Mudah Memperbaiki Product Activation Failed pada Microsoft Office 2016

Generasi Mama Muda

Kenali 4 Fitnah dalam Surah Al-Kahfi